Rabu, 28 November 2012

Sis Gelap Kehidupan Malam


‘Loe Gue End’ Ungkap Sisi Gelap Kehidupan Malam Anak Muda di Jakarta

OPINI | 26 October 2012 | 15:34Dibaca: 1031   Komentar: 0   Nihil
Jakarta - Film tentang kehidupan anak muda di Jakarta kembali hadir di layar lebar Indonesia. Film berjudul ‘Loe Gue End’ mengangkat kisah nyata yang terjadi pada kehidupan malam kota Jakarta dengan minuman-minuman alkohol, narkoba, dan lainnya.
“Di film ini ingin menunjukkan di kalangan muda itu pasti ada sisi gelapnya. Kita tampilkan film ini bukannya ingin mendidik remaja untuk tenggelam ke dunia gelap tapi berusaha menghindari agar mereka tidak terjerumus ke dunia tersebut. Film ini sih seperti peringatan kepada kaum muda khususnya,” ucap Nadine Alexandra saat konferensi pers di Central Park, Jakarta Barat, Kamis (25/10/12).
Zara mengatakan bahwa apa yang ditampilkan dalam film memang vulgar tapi nyata adanya. “Apa yang terjadi di film ini nyata (ada di Jakarta). Memang agak vulgar karena misinya mau menunjukkan secara ekstrem fakta yang ada. Ini lho kehidupan drugs, alkohol, dan lainnya,” terangnya.
Salah satu pemainnya, Dimas Beck, yang berperan cukup ekstrem di film itu pun butuh dampingan dari Yayasan Stigma. “Kita didampingi oleh yayasan mantan pengguna. Memang butuh observasi juga untuk memerankan film ini,” ungkapnya.
Dalam film yang diangkat dari novel karangan Zara Zettira itu juga benar-benar menampilkan adegan sedetail-detailnya bagaimana cara memakai obat terlarang tersebut. “Semoga dengan adanya film ini misinya bisa diambil penonton dan mendapat pelajaran tentang bagaimana itu drugs, alkohol, halimah, dan lainnya,” ungkap Zara di akhir acara.
Film ‘Loe Gue End’ akan tayang di bioskop pada 1 November 2012. Nadine Alexandra, Dimas Beck, Manohara, Dion Wiyoko, Kelly Tandiono, dan Moudy Zanya jadi bintang dalam film tersebut.
(kak/kak)

6 Cara Paling Asyik Habiskan Malam di Jakarta


img

Bundaran HI pada malam hari (Desi/detikTravel)

    Jakarta - Akhir pekan kali ini menjadi libur panjang yang ditunggu-tunggu. Bagi traveler yang tidak bisa berlibur ke luar kota, bisa leluasa menikmati keindahan Jakarta khususnya saat malam hari. Inilah 6 cara asyik habiskan malam di Jakarta. 

    Selama empat hari mulai dari Kamis esok, Jakarta akan rehat sementara dari kemacetan dan hiruk pikuknya. Saat malam hari, tak akan ada antrean pekerja di halte Trans Jakarta, kemacetan di jalan-jalan protokol, dan lain-lain. 

    Namun, tidak semua warga Jakarta bisa berlibur ke luar kota atau negeri. Nah, bagi Anda yang tidak bisa berlibur bisa memanfaatkan waktu ini untuk keliling dan menikmati keindahan Kota Jakarta saat malam hari. Jakarta akan terlihat lebih cantik. Berikut 6 cara asyik habiskan malam di Jakarta yang detikTravel kumpulkan, Rabu (14/11/2012):

    1. Naik sepeda di jantung ibukota

    Menikmati sejuknya udara Jakarta tentunya bisa Anda nikmati saat malam hari. Tidak menggunakan motor atau mobil, Anda bisa keliling dengan menggunakan sepeda. Selain bisa membuat badan lebih bugar dan sehat. Anda bisa mendapatkan waktu lebih untuk menikmati suasana Ibukota.

    Traveler bisa menggowes sepeda mengelilingi Jalan Medan Merdeka dengan leluasa. Sudah pasti, selain udara yang sejuk volume kendaraan yang melewati daerah tersebut pasti lebih sedikit. Dari situ Anda bisa masuk ke pelataran Monumen Nasional (Monas).

    Semakin malam akan ada banyak komunitas sepeda yang jalan-jalan di sekitaran jantung Ibukota. Puas keliling Monas dan sekitarnya, Anda bisa menuju Bundaran HI, Taman Menteng, atau Taman Suropati. Kalau bertepatan dengan malam Minggu, Anda dan pengendara sepeda lainnya bisa jalan-jalan dan menunggu Car Free Day pagi harinya di sekitar Bundaran HI.

    2. Hunting foto di Bundaran HI

    Cahaya lampu jalanan serta kelap-kelip lampu dari gedung-gedung pencakar langit, membuat Jakarta lebih eksotis saat malam. Bingung mau kemana? Saat malam tiba ambillah kamera dan Anda bisa berburu gambar warna-warni malam hari di Kota Jakarta.

    Tidak ada ruginya mengabadikan suasana malam Ibukota melalui jepretan-jepretan kamera Anda. Untuk melancarkan jurus ini, beberapa spot seperti Bundaran HI, pelataran Monas, sekitaran Kota Tua, dan lain-lain bisa menjadi spot pilihan Anda.

    Datanglah bersama teman, agar suasana lebih ramai dan seru! Namun, pastikan kendaraan terparkir di tempat aman atau dekatkan dengan diri Anda. Jangan sampai, Anda asyik berburu foto dan melupakan barang-barang Anda yang lainnya.

    3. Menikmati malam di Monas

    Saat long weekend, ada yang berbeda di pelataran Monas. Saat malam, muda-mudi yang memadu kasih, pedagang kaki lima, dan berbagai komunitas, saat hari libur pelataran Monas akan dipenuhi pedagang-pedagang atau dikenal dengan pasar kaget.

    Tidak hanya makanan, pelancong bisa berbelanja kaos, aksesoris, dan masih banyak lagi. Anak-anak pun bisa bermain dan berlari-larian di area sekitaran Monas. Selain itu, malam hari di Monas juga semakin meriah dengan banyaknya atraksi yang disuguhkan para seniman jalanan. Mulai dari ondel-ondel, debus akrobatik, dan pengamen-pengamen semua ada di sini.

    Tapi ingat, bila suasana ramai jaga barang bawaan. Jangan sampai ada yang hilang atau mungkin Anda terpisah dari teman-teman yang lain.

    4. Wisata kuliner di Taman Menteng

    Puas keliling Jakarta, saatnya mengisi perut. Taman kota yang berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat ini bisa jadi pilihan. Lampu-lampu cantik yang ada di setiap sudut taman membuat suasanya romantis.

    Anda juga bisa berburu kuliner di samping taman. Ada banyak pilihan makanan yang bisa Anda pilih dan nikmati di sini. Tempat yang berada di Jalan HOS Cokroaminoto, Jakarta Pusat ini hampir setiap malamnya di penuhi oleh muda-mudi. Di situlah Anda bisa berburu kuliner di pusat jajanan Menteng yang menjajakan beragam makanan.

    Selain itu, Anda bisa duduk santai bisa menjadi pilihan yang tepat untuk menikmati Taman Menteng sore hari. Menyaksikan komunitas yang berkumpul juga seru, seperti komunitas sepeda, musik, pelukis dan lainnya. 

    5. Jelajah Kota Tua malam hari

    Tidak cuma siang, kawasan Kota Tua di Jakarta Barat juga ramai saat malam hari. Cobalah ke sana lewat tengah malam. Ada banyak komunitas yang berkumpul di sana, kebanyakan komunitas sepeda motor. Minuman hangat juga dijajakan para penjual yang menggendong atau mendorong barang dagangannya.

    Di Kota Tua wisatawan juga bisa mengikuti tur jelajah Kota Tua yang digelar oleh komunitas KHI. Tur ini dinamakan Jakarta Night Trail. Dalam tur ini, Anda bisa mengelilingi museum-museum dan beberapa ikon Kota Tua saat malam hari.

    Tur ini bisa diikuti oleh semua umur, baik anak-anak sampai orang tua. Ikuti saja Public Event yang hampir tiap minggu digelar oleh KHI. Anda tak perlu bayar sepeser pun untuk tur ini!

    6. Berkemah di Kepulauan Seribu

    Bosan dengan panoramaiIbukota yang penuh dengan gedung pencakar langit, Anda bisa bergeser ke utara Jakarta. Ya, lebih tepatnya ke Kabupaten Kepulauan Seribu. Anda bisa melihat sisi lain Jakarta dengan panorama laut, ombak, karang, dan pulau-pulau yang selalu menarik untuk disinggahi.

    Bermalam di kepulauan ini, traveler tidak harus menginap di hotel atau tempat sejenis lainnya. Cobalah berkemah di sekitaran pantainya. Saat malam tiba, Anda akan merasa lebih menyatu dengan alam. Di mana debur ombak, dinginnya angin laut dan suara-suara binatang malam berpadu.

    Bila cuaca memungkinkan, Anda dan teman-teman seperjalanan bisa membuat api unggun sambil barbecue dan bernyanyi bersama. Sepanjang malam, Anda bisa bertukar pikiran dengan teman lainnya. Selain seru, kegiatan ini juga bisa mempererat hubungan dengan teman-teman lainnya.

    Sumber : http://travel.detik.com/read/2012/11/14/154833/2091752/1048/6-cara-paling-asyik-habiskan-malam-di-jakarta

    KPK Semakin Lemah


    Kawan-kawan, KPK semakin dilemahkan. 
    Perkembangan terbaru dari kasus korupsi POLRI semakin mengkhawatirkan. Polisi mendatangi dan mengepung gedung KPK, dengan niat menangkap salah satu penyidik KPK yang tengah mengusut Djoko Susilo dalam kasus korupsi simulator SIM. 
    Sebelumnya, 31 Juli lalu KPK menyita barang-barang bukti korupsi alat simulator di Korps Lalulintas Polri. Petugas polisi dan KPK bersitegang saat penyitaan. Petugas KPK terkunci, tak dibolehkan membawa barang bukti. Dari bukti itulah KPK menetapkan dua perwira berpangkat jenderal sebagai tersangka; Irjen Djoko Susilo, bekas Kakorlantas Polri dan Brigjen Didik Purnomo (Wakil Kakorlantas Polri).
    Inilah yang membuat saya, memulai sebuah petisi menuntut agar Polri menyerahkan kasus korupsi alat simulator ke KPK, dan membiarkan KPK melakukan tugasnya. 
    Kita menuntut Polri berubah. Mengintrospeksi diri dengan menempatkan dirinya berdiri bersama KPK, memberantas korupsi. Tak terkecuali dalam dirinya sendiri. Sehingga jelas bahwa setiap orang, tak pandang jabatan dan pangkatnya, sama dan setara di hadapan hukum. Jika menghalangi, maka slogan antikorupsi Polri hanya jadi pepesan kosong. 
    Bersama Masyarakat Peduli Pemberantasan Korupsi, atau yang sekarang dijuluki“Semut Rang-Rang” kami meminta Presiden mengintruksikan Kapolri dan Jaksa Agung RI agar menyerahkan sekaligus mempercayakan penyidikan kasus ini kepada KPK. Pernyataan Jaksa Agung Basrief Arief yang menyatakan bahwa KPK berhak menyidik kasus ini sesuai UU sudah sangat tepat dan tinggal diwujudkan dalam tindakan nyata.

    Petisi ini dimulai dan didukung oleh:
    Anita Wahid, Teten Masduki, Benny Susetyo, Yenti Garnasih,  Abdul Rahman Saleh,  Chairul Imam,  Rebecca Gultom, Sri Palupi, Bambang Widodo Umar, Zumrotin K Susilo, Fadjroel Rachman,  Todung Mulya Lubis, Asep Rahmat Fajar,  Effendi Gazali, Radar Panca Dahana, Taufik Basari, Donal Fariz, Ahmad Syafii Maarif, Shalahuddin Wahid, Mgr. D. Situmorang, Frans Magnis-Suseno SJ, Pdt. Andreas Y. Wangoe, Bikkhu Sri Pannyavaro, Djohan Effendi, dan Nyoman Udayana Sangging.

    Panglima Burung


    Dalam masyarakat Dayak, dipercaya ada ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat agung, sakti, ksatria, dan berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung di pedalaman Kalimantan, bersinggungan dengan alam gaib. Pemimpin spiritual, panglima perang, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah panglima perang Dayak, Panglima Burung, yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak pedalaman.

    Ada banyak sekali versi cerita mengenai sosok panglima tertinggi masyarakat Dayak, Panglima Burung, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan Sambas dan Sampit. Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Ada pula kabar tentang Panglima Burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-laki atau perempuan tergantung situasi. Juga mengenai sosok Panglima Burung yang merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun sahabat anehdidunia.blogspot.com rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia adalah penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang dianggap keramat dan suci di Kalimantan.

    http://anehdidunia.blogspot.com

    Selain banyaknya versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang yang mengaku sebagai Panglima Burung, entah di Tarakan, Sampit, atau pun Pontianak. Namun setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda; ada yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada bukti otentik yang memastikan salah satunya adalah benar-benar Panglima Burung yang sejati. http://anehdidunia.blogspot.com

    Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu Penglima Burung. Ia adalah sosok yang menggambarkan orang Dayak secara umum. Panglima Burung adalah perlambang orang Dayak. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.


    http://anehdidunia.blogspot.com

    Lalu bagaimanakah seorang Panglima Burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang Dayak? Selain sakti dan kebal, Panglima Burung juga adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang Dayak pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan imbalan berupa rokok kretek.

    Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti Penglima Burung yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para pendatang.

    Kesederhanaan pun identik dengan sosok Panglima Burung. Walaupun sosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka. 
    http://anehdidunia.blogspot.com

    http://anehdidunia.blogspot.com

    Panglima Burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak, yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.

    Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara Panglima Burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. Panglima burung memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis.

    Panglima Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual–yang di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah–dilakukan untuk mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Sahabat anehdidunia.blogspot.com mereka yang tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau–memenggal dan membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di kota Sampit beberapa tahun silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.

    Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Penglima Burung sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah–agama manapun–dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.

    Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak. Stereotipe ganas dan kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya, tetap saja tidak dapat dibenarkan. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut, Panglima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak.

    Amun ikam kada maulah sual awan ulun, ulun gen kada handak jua bahual lawan pian malah ulun maangkat dingsanak awan pian, begitu yang diucapkan orang Kalimantan khususnya orang Banjar untuk menggambarkan sikap dari orang-orang Dayak.


    Read more: http://www.anehdidunia.com/2012/07/kisah-panglima-burung-antara-mitos-dan.html#ixzz2DWTal0iY

    Mitos Jagoan di Balik Kerusuhan Tarakan


    Mitos Jagoan di Balik Kerusuhan Tarakan (1)

    Orang yang memberi petunjuk kepada kebaikan sama pahalanya seperti orang yang melakukannya. (HR. Bukhari).
    Twitter Facebook Video Sejuta Yusuf Mansur Kuliah Online Wisata Hati PPPA Daqu Sedekah Sawah
    Sebarkanlah informasi kebaikan di dunia, sehingga menjadi ladang amal kebaikan bagi Anda di akhirat kelak.
    Mungkin ini yang Anda cari : Foto Kerusuhan (Bentrok/Konflik) Warga di Tarakan

    Panglima Kumbang Kebalkan Massa, Panglima Burung Terbangkan Pedang

    Mitos Jagoan di Balik Kerusuhan Tarakan (1) - Kaltim BorneoDISEGANI. Udin Balok (bertato) yang digelari sebagai Panglima Kumbang oleh warga Tarakan dan Nunukan, pada prosesi perdamaian di Tarakan, pekan lalu. (FOTO ARNOLD/RADAR TARAKAN)

    SEPERTI film mitologi saja. Kerusuhan di Tarakan menyisakan kisah-kisah menarik di kalangan masyarakat.

    Di balik trauma yang masih menghantui sebagian warga Tarakan, terdapat kisah-kisah menarik yang menjadi buah bibir. Kisah-kisah itu berbau mitos sehingga ada yang bercerita sambil senyum-senyum. Namun, ada pula yang agak serius, bahkan lebih serius lagi.

    Kisah-kisah bernuansa mitos itu adalah kehadiran dua panglima perang yang akan membantu suku Tidung dalam konflik di Tarakan. Panglima pertama bergelar Panglima Kumbang dan yang kedua bergelar Panglima Burung.

    Keduanya berasal dari Suku Dayak, Kalimantan Tengah. Namun, kesaktiannya berbeda. Panglima Kumbang bisa membuat kebal secara massal melalui proses ritual tertentu sehingga semua suku Tidung berani di lapangan.

    Adapun Panglima Burung akan datang setelah melakukan semedi secara sempurna. Kesaktiannya, mampu memasukkan roh kepada semua anggota pasukan di lapangan sehingga mereka mengamuk hingga tak sadarkan diri menghabisi lawan-lawannya. Mereka seperti kerasukan.

    Selain itu, Panglima Burung dapat menggerakkan pedang hingga melayang di udara. Pedang-pedang itu bergerak sendiri mencincang leher lawan yang telah ditentukan asalnya.

    Menurut cerita warga, kesaktian Panglima Burung inilah yang bekerja pada kerusuhan di Sampit beberapa tahun lalu. Akibatnya, korban bergelimpangan secara sadis. Banyak korban dengan leher terputus. Warga pun memitoskan bahwa kepala korban itulah yang menjadi bukti dan tumbal ritual Panglima Burung.

    Rencana kedatangan Panglima Kumbang, saya dapatkan ketika masih di Makassar. Sehari sebelum berangkat ke Tarakan, saya menghubungi nomor HP beberapa warga di Tarakan. Salah seorang di antaranya mengaku segera mengungsi karena akan datang Panglima Burung. Katanya, ia akan menyusul Panglima Kumbang yang sudah terlebih dahulu di Tarakan.

    Setengah jam kemudian, saya terima SMS yang bunyinya, "Sebaiknya tunda dulu ke Tarakan. Panglima Kumbang sudah di sini."

    Sempat juga was-was. Namun, justru SMS terakhir itulah yang memompa naluri jurnalistik saya untuk segera ke Tarakan, kendati sempat tertunda satu hari karena pembatasan pendaratan di Tarakan. Hal itu dilakukan pihak pengamanan untuk menghindari pengerahan kelompok tertentu yang bakal memperkeruh suasana di Tarakan.

    Saya tentunya tidak berdoa agar bisa melihat kebenaran mitos Panglima Kumbang dalam suasana perang suku. Suatu bentrok yang memorak-morandakan kedamaian Tarakan. Yang menarik untuk dipublikasikan adalah sejauh mana efek mitos itu memengaruhi masyarakat di Tarakan.

    Hujan deras tiba-tiba mengguyur Tarakan ketika tiba di Bandara Juata, pukul 23.30 waktu setempat. Selain hujan, juga mati lampu. Lagi-lagi, mitos bermunculan. "Betul-betul malam ini sejuk. Alam berpihak ke kita.

    Persis kesepakatan damai, juga hujan tiba-tiba menyejukkan kota Tarakan," kata salah seorang sopir taksi yang buru-buru melebarkan payungnya. Ia juga yakin bahwa Panglima Kumbang sudah ada di Tarakan. Namun, ketika ditanya tempatnya, sopir itu pun menggeleng.

    Suasana kota Tarakan malam itu tidak perlu ditakutkan. Soalnya, besoknya akan datang Kapolri, Bambang Hendarso Danuri. Pengamanan pasti super ketat. Kenyamanan menikmati kota Tarakan pasti jadi prioritas.

    Saya memilih untuk berbaur dengan warga yang mengungsi. Namun, ternyata tempat yang ingin dituju sudah kosong. Sejak sore, para pengungsi dalam kota sudah kembali ke rumah masing-masing. Untung ada keluarga pengungsi yang berbaik hati memanggil ke rumahnya di Kawasan Beringin.

    Di kawasan yang berkisar satu kilometer dari konsentrasi massa saat kerusuhan itu, masih banyak warga menutup pintu. Kalau pintu diketuk, pemilik rumah tidak akan buka jika tidak mengetahui orang yang mengetuknya. Sang pengetuk pintu pun menyebutkan namanya. Jika karakter vokalnya akrab dengan tuan rumah, barulah pintu akan dibuka.

    Saya ingin segera mengetahui seperti apa sosok Panglima Kumbang di mata warga yang membuat mereka takut ke luar rumah. Salah seorang memberitahu bahwa Panglima Kumbang sudah masuk kota. Ciri-cirinya, penuh dengan tato. Posturnya mungil. Lalu, bagaimana bisa beraksi dalam pengamanan kota yang begitu ketat pengamanan?

    Pada Jumat pagi itu, saya buru-buru bergabung dengan rombongan Kapolri. Bukan mengamankan diri dari kedatangan Panglima Kumbang, melainkan hati kecil saya menerka-nerka, jangan-jangan ini bukan mitos.

    Jangan-jangan ini adalah betul panglima perang kelompok tertentu yang sengaja didatangkan untuk mengambil peran dalam perdamaian di Tarakan itu. Toh, sejak rencana kedatangan Kapolri, telah dilakukan dua kali kesepakatan damai yang menghadirkan beberapa pimpinan komunitas.

    Di tengah seremoni kesepakatan damai yang dihadiri Kapolri, antara malu-malu dan segera ingin tahu, serta sedikit percaya diri, saya tanya salah seorang wartawan, "Bos, di mana tadi itu Panglima Kumbang?" Pertanyaan saya sedikit sok tahu, padahal, saya belum pernah menyaksikannya. Namun, manjur juga. Yang ditanya langsung menunjuk, "Itu depan sana!"

    Beberapa menit kemudian, lelaki mungil penuh tato di badan dan wajahnya itu berangkulan dengan Kapolri. Kapolri harus membungkuk lebih banyak karena tubuh Panglima Kumbang lebih pendek.

    Hampir lima menit saya terpaku. Sambil menatap dalam-dalam sosok Panglima Kumbang dari jarak tiga meter, saya tidak bergerak. Saya pun memilih membatalkan niat untuk menemui dan berbincang dengan Sang Panglima. Apalagi ketika dapat informasi bahwa Sang Panglima "menginap" atau mungkin diinapkan di salah satu hotel mewah di Tarakan.

    Saya lantas berpikir tentang sesuatu yang mengharuskan saya memilih. Apakah meneruskan menyambangi Panglima Kumbang atau memanfaatkan untuk hal yang lebih bermanfaat. Saya juga lebih berpikir efisiensi waktu dan soal segmentasi koran kami (Harian FAJAR) dengan berbagai perhitungan tentang untung ruginya mempublikasikan Panglima Kumbang.

    "Batal!" Itu simpulan terakhir yang membuat saya tidak jadi mewawancarai Panglima Kumbang. Pastilah perhitungan saya tidak benar seratus persen. Apalagi Panglima Kumbang adalah sosok "pahlawan" di komunitasnya. Dia bukan preman di mata mereka. Yang jelas, dia salah seorang "tokoh" yang mungkin memang dirasa penting untuk dihadirkan demi mengamankan kesepakatan damai di Tarakan.

    Setidaknya, dia telah mendapat perhatian dari jajaran pengamanan dan pihak-pihak lainnya. Sang Panglima telah "mendapatkan ruang" di hadapan Kapolri pada saat kunjungan damai tersebut.

    Saya pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung warga yang lebih memilih berdiam di rumah. Di sana, sebagian warga sedang membuka pita kuning di pintu yang sudah beberapa hari dipasang demi keamanan keluarganya. Warga di kampung sebelah yang telah memasang pita putih juga begitu, mereka membukanya.

    Ada warga yang bahkan buru-buru mengganti warna pita yang dipasangnya sebelum mengungsi. Ia memperoleh kabar bahwa pendukung warna pita tertentu segera datang. Pendukung warna pita itu akan dikoordinir Panglima Kumbang.

    Namun, sampai saya meninggalkan Tarakan untuk melanjutkan perjalanan ke Nunukan, Minggu siang, 3 Oktober, apa yang dikhawatirkan warga dan apa yang dimitoskan, tidak terjadi. Alhamdulillah.

    Tampaknya, Panglima Kumbang yang dimaksud mereka adalah sosok lelaki mungil yang bertato tersebut. Beberapa warga di Nunukan mengatakan, bahwa nama aslinya adalah Udin Balok. "Udin juga pernah datang di Nunukan. Dia sangat sederhana. Jarang ngomong," kata Azis, Selasa, 5 Oktober.

    Azis juga menerangkan bahwa Panglima Kumbang itu bisa jadi sebuah terapi untuk suatu perdamaian. Sebaliknya akan menjadi sugesti bagi kelompok tertentu untuk lebih energik dalam sebuah konflik. "Tapi maaf, saya sama sekali tidak menyebut sosok itu sebagai preman," kata Warga Nunukan yang mengaku berdarah Tidung dan Bugis ini.

    Siapa pun Panglima Kumbang tersebut, yang jelas dia telah disalami oleh Kapolri saat deklarasi kesepakatan damai di kota Tarakan. Sebagian mengatakan bahwa panglima Kumbang ini pula yang hadir di tengah-tengah kerusuhan Sampit beberapa tahun lalu. Jika kelompoknya brutal di Tarakan, maka dikhawatirkan daerah ini menjadi Sampit jilid dua.

    Untung kehadirannya di tengah-tengah massa yang mendatangi markas polisi di Tarakan baru-baru ini, beralibi untuk menenangkan massa. Kalau begitu, siapakah sesungguhnya yang menggerakkan massa? Dan, kalau massa brutal, siapa yang bertanggung jawab? Apa hukumannya?

    Apapun jawabannya, Panglima Kumbang sudah menjadi "tokoh". Kehadirannya di tengah-tengah seremoni kesepakatan damai di Tarakan yang dihadiri Kapolri, Jumat pekan lalu telah dimanfaatkan untuk kepentingan damai. Hasilnya, untuk sementara Tarakan damai, kendati Kapolda Kaltim masih harus berkantor di kota Tarakan.

    Lantas bagaimana dengan Panglima Burung? Bagaimana pula reaksi warga Tidung di Nunukan? Apa tanggapan sejarawan di Nunukan menanggapi kenyataan bernuansa mitos itu? (*)

    Mitos Jagoan di Balik Kerusuhan Tarakan (2-Selesai)

    Sumber: Fajar.co.id (6 OKTOBER 2010) Borneo
    Label: 

    Keris Mpu Gandring


    Artikel tentang Keris Empu Gandring pernah saya tulis tahun 2006 dengan judul “Mpu Gandring: Profesor Metalurgi?” kemudian saya revisi tahun 2008 dengan judul “Keris Mpu Gandring: Hipotesis”. Dua artikel tersebut bisa dibaca di bagian bawah. Keduanya mengandung spekulasi. Artikel yang sekarang (2010) berusaha mencari fakta-fakta dan meminimumkan jumlah spekulasi. Artikel ini terus berkembang sesuai dengan bacaan yang diperoleh penulis.
    Oleh Arief Yudhanto
    1. Siapakah Empu Gandring?
    Empu Gandring mempunyai nama asli Kiai Sumelang Gandring. Dia adalah keturunan seorang pembuat keris yang menuntut ilmu sampai ke Jawa Barat. Empu Gandring mempunyai 12 orang murid, dan semuanya memakai sebutan “Gandring” [1]. Bango Samparan, ayah tiri pendiri kerajaan Singosari Ken Angrok (1182 – 1227), menyebutkan bahwa Empu Gandring adalah seorang ahli keris di Tumapel, ibukota kerajaan Singosari (1222 – 1292). Dalam Kitab Pararaton[2], Bango Samparan menyebutkan desa tempat tinggal Empu Gandring yaitu Lulumbang.
    2. Di manakah Lulumbang?
    Desa Lulumbang dikenal dengan nama Sapih Lumbang. Jika desa Sapih Lumbang ini sama dengan Lumbang jaman sekarang maka letaknya diperkirakan berada 25 km dari Tongas (dekat Probolinggo, Jawa Timur) ke barat daya. Langit Kresna Hariadi [3] menulis:
    Dari Tongas, akan terlihat ketinggian Bromo. Bromo selalu dikemuli halimun tebal sehingga sering tidak jelas, kecuali di musim kemarau. Menjelang Bromo atau lebih kurang dua tabuh waktu yang diperlukan dengan berkuda, di sanalah letak sebuah tempat yang amat indah. Tempat itu bernama Sapih atau orang juga menyebutnya Lumbang… apa Sapih Lumbang ada kaitannya dengan Lulumbang? Lulumbang tentu bukan nama sembarangan karena di sanalah seorang empu pembuat keris pernah tinggal.
    Definisi ‘menjelang Bromo’ dapat diartikan sangat dekat dengan gunung Bromo meski kata ini sulit diukur.  Oleh karena itu istilah ‘dua tabuh’ perlu didefinisikan terlebih dahulu. Jika diasumsikan bahwa kecepatan berjalannya kuda menuju ke tempat yang ‘indah’, yang secara relatif diartikan sebagai perbukitan dengan panorama indah, adalah 2 km/jam (karena jalanan menanjak) maka jarak 25 km dapat ditempuh dalam waktu 12.5 jam. Jarak ini adalah jarak antara Tongas dengan Lumbang. Satu tabuh diartikan sebagai penanda fajar hingga tengah hari, dan tengah hari menuju senja, yang masing-masing adalah 6 jam. Perlu diingat bahwa ada dua desa Lumbang, yaitu Lumbang 1 dan Lumbang 2 di wilayah Pasuruan. Lumbang 1 lah yang berjarak 25 km dari Tongas. Lumbang 1 berada dekat dengan Bromo dan lokasinya di mulut pegunungan Tengger, 12 jam dari Tongas. Lokasi desa Lumbang dapat dilihat pada peta di bawah ini.

    Peta satelit provinsi Jawa Timur: lokasi desa Lumbang 1 (sumber: google map)

    3. Interaksi dengan Ken Angrok
    Empu Gandring menjadi termasyhur karena pernah berinteraksi secara singkat dengan Ken Angrok. Interaksi ini boleh dikatakan sebagai alasan tak langsung terhadap revolusi berdarah yang memungkinkan terbangunnya kerajaan Singosari. Dialog dalam Kitab Pararaton menyiratkan bahwa Ken Angrok belum pernah mengenal Empu Gandring . Bango Samparan lah yang mengenalkan nama ‘Empu Gandring’ kepada Ken Angrok. Dalam Kitab Pararaton, Bango Samparan (atau terkenal dengan nama Lembong), menceritakan perihal keris buatan Empu Gandring:
    Keris buatannya bertuah; tak ada orang sakti terhadap buatannya; tak perlu dua kali ditusukkan. Hendaknya kamu menyuruh membuat keris kepadanya.
    Nampaknya reputasi Empu Gandring masih dipertanyakan karena apabila dia adalah ahli keris yang terkenal di wilayah Tumapel, maka Ken Angrok yang kerap kali berkelana di wilayah itu seharusnya mengenalnya. Namun, Ken Angrok baru mengenal nama Empu Gandring dari ayah angkatnya.
    Tentang Ken Angrok. Perlu diceritakan di sini siapakah Ken Angrok itu. Ken Angrok dilahirkan di Singosari pada 1182 dari pasangan wanita bernama Ken Endog dan lelaki Brahmin Gajahpura dari Kediri [4]. Suatu versi cerita mengatakan bahwa Ken Angrok tidak mempunyai ayah karena ia adalah titisan Syiwa. Tapi karena Ken Endog malu, maka bayi Ken Angrok diletakkan begitu saja di tanah (kuburan atau tepi sungai). Seorang penjahat bernama Bango Samparan menemukan bayi Ken Angrok karena tangisannya. Ken Endog mendengar Bango Samparan memungut anaknya, ia lantas menemui Bango Samparan. Mereka berdua kemudian membesarkan Ken Angrok.
    Satu bukti bahwa Ken Angrok belum mengenal Empu Gandring adalah percakapan mereka yang berkesan formal. Ken Angrok berbahasa sopan terhadap Empu Gandring, dan ini biasa terjadi ketika seorang yang lebih muda bercakap-cakap dengan seorang tua yang dihormati. Kitab Pararaton Bagian 2 menyebutkan kalimat yang dipakai Ken Angrok ketika pertama kali bertemu Empu Gandring:
    Tuankah barangkali yang bernama Gandring itu; hendaknyalah hamba dibuatkan sebilah keris yang dapat selesai dalam waktu lima bulan, akan datang keperluan yang harus hamba lakukan.
    Ken Angrok, seorang yang percaya bahwa ia adalah titisan Syiwa, berniat menggunakan keris itu untuk membunuh Sang Tunggul Ametung, pembesar Tumapel. Ken Angrok ingin menikahi Ken Dedes, istri Tunggul Ametung. Ken Dedes adalah anak seorang pertapa Buddha bernama Empu Purwo. Ken Dedes diculik dari rumahnya ketika tahu bahwa Empu Purwo sedang pergi bertapa. Alasan Ken Angrok ingin menikahi Ken Dedes adalah birahi semata. Diceritakan bahwa ketika Ken Dedes sedang hamil dan mendampingi Tunggul Ametung mengunjungi suatu desa, Ken Angrok melihat kain yang dipakai Ken Dedes terbuka sehingga nampak betis dan pahanya yang bersinar. Sejak saat itu, Ken Angrok berniat mempersunting Ken Dedes.
    Ken Angrok memberikan tenggat waktu lima bulan bagi Empu Gandring. Empu Gandring tak setuju karena ia mengatakan bahwa ia memerlukan waktu satu tahun untuk menyelesaikan keris. Dalam cerita rakyat  yang lain tenggat waktunya adalah 40 hari [5]. Menurut Kitab Pararaton, Empu Gandring menolak permintaan Ken Angrok dengan mengatakan:
    Jangan lima bulan itu, kalau kamu menginginkan yang baik, kira – kira setahun baru selesai, akan baik dan matang tempaannya
    Namun Ken Angrok tetap memaksa:
    Nah, biar bagaimana mengasahnya, hanya saja, hendaknya selesai didalam lima bulan
    Dari percakapan ini, spesifikasi keris yang baik adalah keris yang “matang tempaannya”. Agar tempaan keris matang, ia memerlukan waktu satu tahun.
    Dari hasil perhitungan sederhana, cerita dalam Kitab Pararaton cukup masuk akal. Namun lebih telitinya, penulis memperkirakan bahwa keris Empu Gandring dibuat selama maksimum 7 bulan. Bagaimana cara menghitungnya?
    Kitab Pararaton menyebutkan bahwa Ken Dedes sedang hamil ketika Ken Angrok melihatnya untuk pertama kali. Seorang perempuan biasanya nampak jelas hamil ketika kehamilannya menginjak 3-4 bulan. Kehamilan ini nampak lebih jelas apabila tubuh perempuan tersebut cukup ramping. Kitab Pararaton juga menyebutkan bahwa setelah Tunggul Ametung terbunuh oleh keris Empu Gandring, anak Tunggul Ametung – Ken Dedes lahir. Jika kelahirannya normal (misal maksimum 10 bulan), maka lama pembuatan keris maksimum ialah 7 bulan.
    y1 = masa kehamilan Ken Dedes hingga melahirkan = 10 bulan (maks)
    y2 = bulan kehamilan ketika Ken Angrok melihat Ken Dedes = 3 bulan (kehamilan nampak jelas)
    y1 – y2 = 7 bulan
    Ada kemungkinan bahwa Kitab Pararaton dibuat dengan teliti sehingga masa pembuatan keris sangat bersesuaian dengan masa kehamilan dan pembunuhan Tunggul Ametung.
    4. Terbunuhnya Empu Gandring
    Lima bulan berlalu dan Ken Angrok datang lagi mengunjungi Empu Gandring untuk mengambil keris pesanannya. Empu Gandring ternyata belum menyelesaikan kerisnya. Keris itu digambarkan punya hulu kayu cangkring yang masih berduri, belum diberi perekat, masih kasar. Karena tak sabar, Ken Angrok mengambil keris yang sedang diasah Empu Gandring, lalu menikamkannya ke tubuh Empu Gandring. Keris itu sangat sakti menurut gambaran Kitab Pararaton berikut:
    Lalu diletakkan pada lumpang batu tempat air asahan, lumpang berbelah menjadi dua; diletakkan pada landasan penempa, juga ini berbelah menjadi dua.
    Sebelum mati, Empu Gandring sempat menyumpahi Ken Angrok bahwa tujuh turunannya bakal mati tertikam keris itu:
    Buyung Angrok, kelak kamu akan mati oleh keris itu, anak cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja akan mati karena keris itu.
    5. Keris Empu Gandring: Teknologi Canggih Abad ke-13
    Keris Empu Gandring adalah aplikasi teknologi laminasi logam pertama kali di Jawa Timur. Keris tersebut mirip dengan keris nomor 3. Keris nomor 3 dibuat antara abad ke-13 dan 14 [6]. Keris Empu Gandring dikatakan memiliki pamor meski kurang jelas gambar pamor yang seperti apa. Keris nomor 3 juga memiliki pamor gambar daun [Ref]. Keris nomor 3 ini dijelasakan dalam [6] adalah aplikasi teknologi laminasi keris pertama kali. Ini berarti bahwa di dalam besinya, terdapat inti (core) yang terbuat dari nikel.
    7. Keampuhan Keris Empu Gandring
    Kisah keampuhan keris Empu Gandring adalah pemerian yang metaforik. Jika keampuhan keris itu terbukti benar, yaitu dapat memecah batu asahan dan lumpang menjadi dua, maka ini disebabkan oleh kekuatan supranatural keris. Orang Jawa mempercayai doa-doa atau ajian untuk memperkuat isi keris sehingga ia menjadi pusaka. Tidak ada bukti tertulis yang mengatakan bahwa Empu Gandring memberikan doa-doa kepada kerisnya. Ketika 5 bulan membuat keris, Empu Gandring ditemukan sedang mengasah keris. Ini berarti keris belum jadi, atau memasuki tahap perlakuan akhir (finishing touch). Jika keris belum tuntas kemungkinannya sangat kecil untuk memberikan kekuatan supranatural kepada keris.
    Catatan: Pembaca dapat mempelajari lebih jauh deskripsi proses pembuatan keris pada masa modern dalam referensi [5]. Dalam buku itu disebutkan bahan-bahan membuat keris, yaitu besi (12-18 kg), baja (600 gr) dan bahan pamor, misal: nikel (125 gram).
    Keampuhan keris Empu Gandring yang dikenal bersifat esoterik (bertuah) diperoleh dengan cara mengoleskan bisa ular ke permukaan keris. Ketika keris telah selesai digerinda Empu Gandring mengoleskan bisa ular ke permukaan keris. Ada proses difusi racun ke dalam keris karena mungkin keris yang terbuat dari batu meteor itu tidak halus tapi berongga. Sebagian bisa ular tersimpan dalam rongga itu. Setelah itu, keris dimasukkan ke dalam sarungnya dan disimpan. Ketika keris itu digunakan, bisa ular boleh jadi masuk ke dalam darah, dan bagian tubuh yang terkena tusukan akan lumpuh. Hal ini juga dapat menyebabkan kematian.
    Batu Meteor yang jatuh di Madiun, Jawa Timur
    Pernyataan bahwa bisa ular diberikan ketika keris sedang membara agaknya mengundang banyak pertanyaan, karena boleh jadi bahwa bisa tersebut langsung menguap begitu saja. Seperti yang ditulis oleh saya sendiri pada 7 Desember 2006 di halamansatu.net dengan judul Mpu Gandring: Profesor Metalurgi? sebagai berikut:
    Beberapa tahun lalu saya mendengar cerita mengenai “profesor” jaman Kerajaan Singosari [catatan: cerita ini diperoleh penulis menjadi mahasiswa di Aeronotika & Astronotika dan menghadiri kuliah Metode Manufaktur yang diberikan oleh Profesor Rochim Suratman, Institut Teknologi Bandung]. Namanya Mpu Gandring. Dia dikenal sebagai pembuat keris dalam epik Ken Arok dan Ken Dedes. Jaman itu, teknologi pengolahan logam atau metalurgi masih sangat tradisional: besi dipanaskan dan ditempa; atau dalam istilah metalurgi, diberi perlakuan panas (heat treatment) dan dibentuk (forging). Kemudian, ilmu metafisik masuk, dan besi yang telah terbentuk (misal: pedang, keris dll), diberi doa-doa, dan menjadi sakti. Mpu Gandring diperkirakan tidak hanya melakukan proses metalurgi saja, tapi juga proses kimia. Bagaimana Mpu Gandring membuat kerisnya jadi ampuh?
    Mpu Gandring sangat pemilih dalam hal bahan: dia menginginkan bahan yang cukup kuat tapi ringan. Jaman itu, proses pemaduan logam dengan logam lain belum dikenal, jadi bahan monolitik adalah pilihan. Mpu Gandring memilih batu meteor sebagai bahan kerisnya. Hal ini juga perlu diteliti lebih jauh apakah batu meteornya bisa diberi perlakuan panas dan dibentuk. Batu meteor ini bisa dilihat dan disentuh di Museum Geologi – Bandung. Tapi, apakah bahan itu yang digunakan Mpu Gandring atau bukan, ini masih pertanyaan.
    Setelah, keris terbentuk, Mpu Gandring mencelupkan keris (yang masih panas) tersebut ke dalam bisa ular. Ada proses difusi dari racun ular ke dalam keris yang masih membara itu. Bisa ular sebagian menempel hanya di permukaan, dan sebagian lain berdifusi ke dalam keris. Setelah mendingin, keris dimasukkan ke dalam sarungnya, dan disimpan. Bisa dibayangkan jika keris itu disentuh atau ditancapkan ke tubuh: bisa ular segera menempel dan masuk ke dalam darah, lalu bagian tubuh akan lumpuh dan manusia bisa mati. Pada jaman itu, hanya sedikit orang yang mengetahui proses pembuatan keris secara “ilmiah”; salah satunya adalah Mpu Gandring. Karena pengetahuan dan pengalaman yang cukupadvanced dalam pembuatan keris, mungkin Mpu Gandring juga dikenal sebagai mahaguru pada jaman itu. Apakah dia bisa disebut profesor di jaman ini?
    Penelitian lebih jauh sangat diperlukan untuk memperoleh informasi mengenai peta kemajuan teknologi Jawa pada abad lampau.
    Kemudian versi revisinya muncul pada 2008 dengan judul Keris Mpu Gandring: Hipotesis.
    GANDRING dikenal sebagai pengrajin logam yang tersohor di kerajaan Tumapel (cikal bakal Singosari). Ia juga dikenal sakti. Karena “profesional” dan sakti itu ia kemudian diberi gelar “Mpu”. Ken Arok, seseorang yang dipercaya sebagai titisan Wisnu, memesan keris kepadanya. “Satu hari”, begitu Ken Arok memberikan tenggat waktu bagi Gandring. Satu hari berlalu dan Gandring telah menyelesaikan kerisnya. Namun sarung keris belum tuntas. Karena tak sabar, Ken Arok mengambilnya, lalu membunuh Gandring. Gandring sempat menyumpahi Ken Arok dan keturunannya: tujuh turunan bakal mati tertikam keris itu.
    Jaman itu, teknologi pengolahan logam atau metalurgi masih sangat tradisional: besi dipanaskan dan ditempa; atau dalam istilah metalurgi, diberi perlakuan panas (heat treatment) dan dibentuk (forging). Kemudian, ilmu metafisika masuk, dan besi yang telah terbentuk (misal: pedang, keris dll), diberi doa-doa, dan menjadi sakti. Begitukah? Entahlah.
    Bagaimana Mpu Gandring membuat kerisnya jadi ampuh? Mpu Gandring memilih bahan yang kuat tapi ringan. Jaman itu, proses pemaduan logam dengan logam lain barangkali tak menghasilkan paduan yang memuaskan. Jadi, bahan monolitik adalah pilihan. Mpu Gandring memilih batu meteor sebagai bahan kerisnya. Hal ini juga perlu diteliti lebih jauh apakah batu meteornya bisa diberi perlakuan panas dan dibentuk. Batu meteor ini bisa dilihat dan disentuh di Museum Geologi – Bandung. Tapi, apakah bahan itu yang digunakan Mpu Gandring atau bukan, ini masih pertanyaan.
    Setelah, keris terbentuk, Mpu Gandring mencelupkan keris (yang masih panas) tersebut ke dalam bisa ular. Ada proses difusi dari racun ular ke dalam keris yang masih membara itu. Bisa ular sebagian menempel hanya di permukaan, dan sebagian lain berdifusi ke dalam keris. Setelah mendingin, keris dimasukkan ke dalam sarungnya, dan disimpan. Bisa dibayangkan jika keris itu disentuh atau ditancapkan ke tubuh: bisa ular segera menempel dan masuk ke dalam darah, lalu bagian tubuh akan lumpuh dan manusia bisa mati. Pada jaman itu, hanya sedikit orang yang mengetahui proses pembuatan keris secara “ilmiah”; salah satunya adalah Mpu Gandring. Karena pengetahuan dan pengalaman yang cukup advanced dalam pembuatan keris, mungkin Mpu Gandring juga dikenal sebagai mahaguru pada jaman itu. Apakah dia bisa disebut profesor di jaman ini?
    Dua artikel yang bersifat spekulatif di atas dikutip oleh blogger (kebanyakan tidak mencantumkan sumber aslinya). Daftar pengutip dapat dilihat di bagian bawah.
    Namun demikian, proses pencucian keris nampaknya memang ada, dan ini disebut warangan. Seperti yang ditulis oleh ki_cancut:
    Warangan adalah proses pemberian racun pada keris yg melalui proses pembakaran dan biasanya berlangsung di bulan SURA. Pemberian racun pada keris semata-mata hanya bertujuan untuk menambah kemampuan fisik semata. Fisik dari keris jika terlalu sering diwarangi akan rapuh dan berbahaya. Racun yang biasanya digunakan untuk keris adalah berasal dari meteor, bangkai ular tanah, bangkai ular kobra, dan bangkai katak (kodok kerok).
    Untuk pemberian racun adalah melalui proses sbb :
    Keris dipisahkan dari gagang dan warangka. keris dipanaskan pada tungku api. Kemudian keris dimasukan kedalam bubuk racun pada kondisi panas dan dilakukan beberapa kali untuk menambah racun atau memperkuat racun tersebut. Pada saat keris berada dalam kondisi panas, maka jika dimasukkan pada bubuk racun, maka akan menyerap racun tsb hingga menyatu pada batang keris.
    Konon warangan dilakukan pada senjata para pendekar dan para prajurit dalam menghadapi musuh agar pada saat bertempur, dg luka yg sedikit mampu menimbulkan efek yang mematikan. Pada saat terjadi perang perjuangan melawan Belanda, hal ini di rasa mampu mengimbangi kekuatan musuh yang pada saat itu berupa senjata api.
    Warangan yg dilakukan pada keris jika terlalu banyak racun yg diberikan, maka akan menjadikan keris tersebut rapuh dan keropos. Bahkan jika kadar racun telah melewati batas kewajaran akan mengakibatkan udara sekitar tercemari oleh racun pada keris pada saat keris berada diluar kerangkannya.
    Dampak yang bisa terjadi adalah keracunan ringan berupa pusing atau muntah2. Sehingga jika melakukan warangan, maka sang empu harus mengetahui berapa besar kadar racun yang sudah berada dalam keris dan selanjutnya menentukan akan diberikan lagi racun atau tidak.
    Biasanya keris setelah dilakukan warangan, maka warna permukaan keris akan menjadi bersih dan berwarna metalik gelap ( logam putih ) dan pada permukaannya akan terlihat rongga2 yang sangat kecil.
    Jadi hati2 kalau habis membuka keris terus dicium dapat berbahaya kena racunnya bukan karena jin atau penunggu tapi racun tersebut yang berbahaya juga.
    8. Di manakah keris Empu Gandring berada?
    Keberadaan keris Empu Gandring masih menjadi misteri hingga kini. Mitos mengenai keberadaannya menciptakan kisah yang menarik (enthralling stories), seperti yang ditulis dalam [7]. Ada beberapa versi cerita mengenai keberadaannya:
    • Untuk menghindari konflik berdarah, Keris Empu Gandring diasumsikan dibuang ke Laut Jawa dan berubah menjadi naga
    • Keris Empu Gandring secara misterius menghilang, atau jatuh ke tangan orang penting dalam pemerintahan
    • Keris Empu Gandring ditanam di dalam Candi Anusapati alias Candi Jago, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur [Ref]
    9. Pertanyaan yang belum terjawab
    (1) Siapa saja ahli keris di Jawa di masa lampau?
    (2) Di mana letak reputasi Empu Gandring di antara ahli keris?
    (3) Bagaimana dan dari siapa Empu Gandring belajar membuat keris yang ketika itu dianggap modern?
    (4) Dalam proses pembuatan keris apa saja bahan dan alat-alat yang dipakai oleh Empu Gandring?
    (5) Apakah benar keris Empu Gandring memiliki kesaktian?
    ***
    Bibliografi
    [1] Arswendo Atmowiloto (2004). Senopati Pamungkas #2, PT Gramedia Pustaka Utama
    [2] ________ (1481) Kitab Pararaton (terjemahan bahasa Indonesia di http://ki-demang.com/)
    [3] Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada Jilid 5
    [4] JF Scheltema (1996). Monumental Java, Asian Educational Service
    [5] Bambang Harsrinuksmo (2004). Ensiklopedi Keris, PT Gramedia Pustaka Utama.
    [6] A.G. Maisey (?) The Origin of the Keris and its Development to the 14th Century. Link.
    [7] Novita Dewi (2005). Power, Leadership and Morality: A Reading of Ken Arok’s Images in Indonesian Literature and Popular Culture, Ph.D. Thesis, National University of Singapore.
    Pernah dimuat di halamansatu
    Sumber ( http://ari3f.wordpress.com/2008/02/22/mpu-gandring/ )

    7 Ikan Terbesar


    7 ikan terbesar di dunia

       Flora/fauna   9 Mei 2012
    Hiu adalah ikan terbesar di dunia yang bernapas dengan menggunakan lima liang insang (kadang-kadang enam atau tujuh, tergantung pada spesiesnya) di samping, atau dimulai sedikit di belakang, kepalanya.
    Hiu harimau merupakan satu dari hiu terbesar, dan satu-satunya anggota genus Galeocerdo. Hiu dewasa memiliki panjang tubuh berkisar antara 3,25 m hingga 4,25 m, dan berbobot 385 kg hingga 635 kg. Hiu ini banyak ditemukan di samudera tropis dan hangat, terutama di sekitar pulau di tengah Pasifik. Hiu harimau adalah pemburu soliter, dan berburu di malam hari.
    Hiu harimau adalah predator berbahaya, karena memakan banyak benda. Makanannya biasanya ikan, singa laut, burung, hiu kecil, cumi-cumi dan penyu. Terkadang juga ditemukan barang buatan manusia seperti ban, atau plat mobil.
    Hiu harimau adalah penyerang kedua terfatal setelah great white shark, dan, bersama dengan great white shark, dianggap sebagai hiu paling berbahaya bagi manusia.
    Berikut ini data tujuh spesies ikan hiu terbesar di dunia.
    Hiu Basking
    1. Basking Shark ( Cetorhinus Maximus ) adalah salah satu hiu yang sangat besar dan menjadikan hiu basking ini menempati posisi ikan hiu terbesar ke 2 dunia. Hiu basking ini dapat hidup sepanjang 40 kaki dan pernah tertangkap dengan berat hingga 19 tons! Akan tetapi meskipun berbadan besar, hiu jenis ini cenderung lambat dan bukanlah predator alias pemangsa.

    Hiu Whale
    2. Whale Shark ( Rhincodon Typus ) adalah hiu TERBESAR di dunia! Meskipun besar, hiu paus (Whale Shark) ini juga bukanlah pemangsa sama seperti hiu basking, mereka adalah hiu yang bergerak lambat yang hanya memakan ‘phytoplankton’ atau binatang yang sangat kecil yang hidup di laut. Hiu paus ini dapat hidup sehingga 41 kaki dan berat hingga 15 tons!. Hiu paus ini sama seperti hiu lain nya yang dapat di temukan di sekitar laut khatulistiwa dan perairan yang hangat; Species yang berasal dari kehidupan 60 juta tahun yang lalu ini mampu hidup hingga 70 tahun lamanya.
    Hiu Tiger
    3. Tiger Shark ( Galeocerdo Cuvier ) menempati urutan ke 4 hiu terbesar di dunia dengan panjang hingga 24.3 kaki! Hiu besar ini mampu hidup sehingga 2000 lbs (907,18 kg) dan terkenal sangat terkenal dengan kekejamannya!! Tidak hanya memakan semua jenis kehidupan laut, tetapi mereka (Tiger) juga terkenal dengan menyerang perenang. Sesuai namanya, hiu ini sangat mirip dengan corak harimau, mereka biasanya hidup di daerah peairan khatulistiwa dunia tetapi lebih cenderung di sekitar peairan Pacific.

    Hiu Putih
    4.Great White Shark (Carcharodon Carcharias ) adalah salah satu dari hiu yang terganas di dunia. Hiu ini dapat hidup sepanjang 26.2 kaki dan berat hingga 5000 lbs (2267.96 kg) !!! Hiu Great White adalah hiu terakhir dari jenis species, Carcharodon. Malangnya untuk kita sebagai manusia, hiu ini dapat di temukan di dekat pantai di semua lautan, jadi jika agan-agan sekalian lagi liburan, pastikan anda tidak berenang bersama jenis ini!

    Hiu Great Hammerhead ( hiu Palu)
    5. Great Hammerhead Shark ( Sphyma mokarran ) adalah hiu terbesar dari semua jenis hiu hammerhead yang dapat hidup sehingga 20 kaki. Great Hammerheads dapat di temukan di seluruh dunia layaknya hiu – hiu yang hidup di perairan khatulistiwa. Berbeda dengan hiu lainnya, hiu Great Hammerhead ini merasa manusia sebagai bahaya, mereka (Great Hammerheads) bersifat sedikit ‘lebih pemalu’ di banding hiu – hiu lain, dan sering kali merasa menghindari manusia. Hiu Great Hammerhead terbesar yang pernah di tangkap oleh manusia adalah jenis betina dengan berat 1280 lbs (580,59 kg).

    Hiu Greenland
    6. Greenland Shark ( Somniosus Microcephalus ) atau di kenal dengan ‘sleeper shark’, ‘gurry shark’, ground shark’, ‘grey shark’ atau ‘ Inuit Eqalussuaq. Hiu ini adalah hiu yang besar dan dapat di temukan di sekitar perairan Atlantic utara, terlebih banyak di dekat Greenland dan Iceland. Hiu jenis ini dapat hidup sepanjang 21 kaki dan hidup selama 200 tahun! Mereka (Greenland) terkenal dengan binatang bertulang punggung yang pernah hidup terlama. Greenland cenderung hidup di kedalaman 6600 kaki di bawah permukaan laut, akan tetapi hiu Greenland ini pernah tertangkap kamera di laut dangkal serendah 24 kaki! Bayangkan!

    Hiu Pacific Sleeper
    7. Pacific Sleeper Shark ( Somniosus pacificus ) adalah hiu berat lainnya yang dapat hidup sepanjang 23 kaki dan berat hingga 800 lbs (362,87 kg). Satu hal yang membuat hiu jenis ini menarik adalah mereka adalah salah satu dari sedikit jenis hiu yang dapat di temukan di daerah bertemperatur rendah (daerah menghadap kutup). Hal lain nya adalah mereka biasanya hidup di laut dalam, dengan kedalaman hingga 6500 kaki di bawah permukaan laut.

    Sumber (http://blog.umy.ac.id/hanwongndeso/2012/05/09/7-ikan-terbesar-di-dunia/)