Rabu, 10 Oktober 2012

Budaya Indonesia Yang Hilang

Budaya Indonesia Yang Hilang




(gambar 1.1)



Indonesia adalah negara yang indah yang kaya akan kekayaan alam dan budaya. Lebih dari 20 suku terdapat di Indonesia dan lebih dari 100 budaya ada di Indonesia. Tetapi sayangnya, dari tahun ke tahun seiring dengan bertumbuhnya perkembangan gaya hidup dan teknologi, kebudayaan asli indonesia terlihat sangat ketinggalan zaman. Banyak dari warga indonesia yang kurang peduli bahkan ada yang tidak peduli tentang budaya Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan banyak budaya Indonesia dicuri oleh negara lain terutama Malaysia. Hal ini karena terlambatnya dalam mematenkan suatu budaya dan benda – benda peninggalan zaman Indonesia dulu. Ketika budaya dan barang kebudayaan atau hasil buah tangan seniman Indonesia masih ada di Indonesia, banyak dari warga merasa budaya tersebut tidak berharga, tetapi ketika ada negara lain akan mengambil budaya tersebut dan kemudian hilang dari kita, barulah mereka merasa itu sangat berharga. Kenapa berharga saat sudah hilang? Kenapa tidak waktu masih ada? Inilah orang – orang indonesia yang telah terkontaminasi budaya barat. Di bawah ini beberapa daftar nama – nama budaya kita yang telah di rampas oleh negara lain.


No.Kesenian dan BudayaAsalDirebut Oleh
1.BatikJawaAdidas
2.Naskah KunoRiauMalaysia
3.Naskah KunoSumatra BaratMalaysia
4.Naskah KunoSulawesi SelatanMalaysia
5.Naskah KunoSulawesi TenggaraMalaysia
6.RendangSumatra BaratWN Malaysia
7.Sambal BajakJawa TengahWN Belanda
8.Sambal PetiaRiauWN Belanda
9.Sambal NanasRiauWN Belanda
10.TempeJawaPerusahaan Asing
11.Lagu Rasa Sayang SayangeMalukuMalaysia
12.Tari Reog PonorogoJawa TimurMalaysia
13.Tari SoleramRiauMalaysia
14.Lagu Injit – Injit SemutJambiMalaysia
15.Alat Musik GamelanJawaMalaysia
16.Tari Kuda LumpingJawa TimurMalaysia
17.Tari PiringSumatra BaratMalaysia
18.Lagu Kakak TuaMalukuMalaysia
19.Lagu Anak Kambing SayaNusa TenggaraMalaysia
20.Kursi Taman dengan Ornamen Ukir Khas JeparaJawa TengahWN Perancis
21.Pigura dengan Ornamen Ukir Khas JeparaJawa TengahWN Inggris
22.Motif Batik ParangYogyakartaMalaysia
23.Desain Kerajinan Perak Desa SuwartiBaliWN Amerika
24.Produk Berbahan Rempah – Rempah dan Tanaman Obat Asli IndonesiaShiseido Co. Ltd.


Sumber: www.budaya-indonesia.com

Jika kita ingin melihat dari segi kreatif suatu budaya kita bisa melihat dari hal – hal yang terkandung di dalamnya. Misalnya seperti tari – tarian. Itu adalah hasil pikiran kreatif orang – orang dulu untuk menciptakan kemudian memadukan semua gerakan itu menjadi sesuatu yang indah dan juga kekreatifan dalam pemilihan lagu sehingga gerakan dan lagu bisa seimbang. Semua buadaya di atas adalah hasil kekreatifan orang terdahulu. Selain tarian, kita bisa juga bisa melihat dari segi obat – obatan tradisional karena obat ini tercipta dari perpaduan berbagai bahan yang bisa menyembuhkan sejumlah penyakit. Hal ini juga merupakan buah kreatifitas dari orang terdahulu karena mereka bisa menciptakan satu buah pil atau obat dari alam untuk menyembuhkan suatu penyakit.


Bisa kita lihat dari daftar di atas sangatlah banyak yang telah dicuri orang. Bahkan meliki negara bisa dicuri oleh individual? Betapa malunya kita telah dicuri dan kita tidak cepat tanggap dalam menanggulangi hal – hal tersebut. Oleh karena itu, marilah kita jaga dan kita lestarikan budaya nenek moyang kita jangan sampai dirampas lagi.


Sumber (http://artikelryoga15.wordpress.com/2010/07/03/budaya-indonesia-yang-hilang/)

Pengaruh Perubahan Sosial Dan Budaya Terhadap Kehidupan Masyarakat

Pengaruh Perubahan Sosial Dan Budaya Terhadap Kehidupan Masyarakat



(gambar 1.1)

Watch The Video






Para ahli filsafat, sejarah, ekonomi dan para sosiologi telah mencoba untuk merumuskan prinsip-prinsip atau hukum-hukum perubahan-perubahan sosial. Banyak yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Adapula yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan sosial manusia. Adapula yang berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam bentuk unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian adapula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial berupa pendidik-non pendidik.

Kita juga mengenal perubahan penduduk. Perubahan itu sendiri merupakan suatu perubahan sosial. Disamping itu perubahan penduduk juga merupakan faktor penyebab timbulnya perubahan sosial dan budaya. Bilamana suatu daerah baru telah dipadati penduduk, maka kadar keramah tamahannya pun akan menurun, kelompok sekunder akan bertambah jumlahnya, struktur kebudayaan akan menjadi lebih rumit, dan masih banyak lagi perubahan yang akan terjadi. Masyarakat yang keadaannya stabil, mungkin akan mampu menolak perubahan, tetapi masyarakat yang jumlah penduduknya meningkat cepat, akan dengan cepat terimbas perubahan walaupun secara cepat atau lambat.

Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan  dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : 

kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu kedua-duanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.

Masyarakat yang terlintas dipersimpangan jalan lalu lintas dunia selalu merupakan pusat perubahan. Karena kebanyakan masyarakat yang terdekat hubungannya masuk melalui difusi, maka masyarakat yang terdekat hubungannya dengan masyarakat lain cenderung melalui perubahan tercepat pula. Sebaliknya, daerah yang terisolasi merupakan pusat kestabilan, konservatisme dan penolakan terhadap perubahan. Hampir semua suku yang sangat primitif juga merupakan suku-suku yang amat terisolasi, misalnya suku Badui, Dayak, Asmat dan lain-lain. Bahkan masyarakat yang berbudaya pun isolasi menyebabkan adanya kestabilan budaya.

Jika suatu masyarakat belum merasa membutuhkan suatu kebutuhan yang sangat mendesak, maka masyarakat tersebut akan tetap menolak perubahan, hanya kebutuhan yang dianggap perlu oleh masyarakat yang memegang peran menentukan.
Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk.
  1. Perubahan lambat
Penduduk yang mengagung-agungkan masyarakat masa lampau,  nenek moyang dan terikat oleh tradisi dan keagamaan akan berubah secara lambat dan terpaksa. Bila suatu kebudayaan secara relatif tetap bersifat statis       dalam jangka waktu yang lama, maka orang-orang cenderung beranggapan bahwa kebudayaan tersebut seharusnya tetap demikian seterusnya. Yang secara tidak sadar mereka bersifat etrosentrisme.
  1. Perubahan cepat
Masyarakat yang berubah secara cepat dapat memahami perubahan sosial. Para anggota masyarakatnya bersikap skeptis dan kritis terhadap beberapa bagian dari kebudayaan tradisional mereka dan selalu berupaya melakukan eksperimen-eksperiman baru.
  1. Perubahan kecil dan perubahan besar
  2. Perubahan yang dikehendaki (intended-change)
  3. Perubahan yang tidak dikehendaki
Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Contohnya adalah pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Apabila sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, maka itu mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya, masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain.

Namun apabila hubungan tersebut berjalan melalui alat komunikasi massa, maka ada kemungkinan pengaruh itu hanya datang dari satu pihak, sedangkan pihak lain hanya menerima pengaruh tanpa mempunyai kesempatan memberikan pengaruh balik.

Di dalam suatu pertemuan dua kebudayaan tidak akan selalu terjadi proses saling mempengaruhi. Kadangkala pertemuan-pertamuan kebudayaan akan saling tolak-menolak(cultural animosity).
Apabila salah satu dari dua kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi maka yang akan terjadi adalah proses imitasi, yaitu peniruan terhadap unsur-unsur kebudayaan lain. Mula-mula unsur tersebut ditambahkan pada budaya asli. Akan tetapi lambat laun unsur-unsur kebudayaan aslinya diubah dan diganti oleh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.

Perubahan tidak saja menggoyahkan budaya yang berlaku, dan merusak nilai-nilai dan kebiasaan yang dihormati, tetapi tidak menimbulkan akibat terhadap kebudayaan setempat. Bahkan inovasi tambahanpun dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Teknologi modern menyebar ke seluruh pelosok dunia. Sebagaimana disinggung pada sebelumnya, sampai batas-batas tertentu semua unsur baru merusak budaya yang berlaku. Jika suatu kebudayaan yang segenap unsur dan institusinya selaras serta terintegrasi secara baik mengalami perubahan pada salah satu unsurnya, maka hal tersebut akan mengacaukan ketahanan kebudayaaan. Karena kebudayaan mencapai aspek yang saling berkaitan, maka pada umumnya kita akan merasa lebih mudah menerima serangkaian perubahan yang saling berkaitan dari pada menerima serangkaian perubahan yang saling berkaitan daripada menerima perubahan terpisah dalam suatu waktu tertentu. Dan dalam masyarakat yang kacau para anggotanya, yang mengalami hambatan dalam menemukan sistem perilaku yang cocok, akhirnya ikut menjadi perilaku yang rapuh. Manakala mereka telah putus harapan untuk menemukan cara hidup yang baik dan telah berhenti berupaya, maka mereka dikatakan telah kehilangan semangat hidup (demoralized). Meskipun perubahan kadangkala membawa kepahitan, namun penolakan tersebut bisa saja mengakibatkan kepahitan yang lebih parah, karena perubahan tidak terlepas dari keuntungan dan kerugian. Contoh keuntungan adalah dengan perubahan masyarakat yang terisolir menjadi lebih maju dan tidak terbelakang, modernisasi dan lain-lain. Perancangan sosial (social planning) mencoba mengurangi kerugian perubahan, namun keberhasilannya masih diperdebatkan.

“Tingkat tertinggi integrasi sistem sosial yang paling mungkin tercapai didasarkan pada seperangkat arti, nilai, norma hukum, yang secara logis dan berarti konsisten satu sama lain dan mengatur interaksi antar kepribadian-kepribadian yang turut serta di dalamnya. Tingkat paling rendah dimana kenyataan sosio-budaya itu dapat dianalisa adalah pada tingkat interaksi yang berarti antara dua atau lebih”.

(Sorokin. P, Teori Sosiologi Klasik Modern I Doyle Paule, hal: 96, 1988)

Dampak Perubahan Sosial Budaya


Dampak Perubahan Sosial Budaya


(gambar 1.1)

Watch The Video 

Sandiaga Uno: Leading In Social Network Era






Adanya perubahan sosial budaya secara langsung atau tidak langsung akan memberikan dampak negatif dan positif.

A. Akibat Positif
Perubahan dapat terjadi jika masyarakat dengan kebudayaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan. Keadaan masyarakat yang memiliki kemampuan dalam menyesuaikan disebut adjusment, sedangkan bentuk penyesuaian dengan gerak perubahan disebut integrasi.

B. Akibat Negatif
Akibat negatif terjadi apabila masyarakat dengan kebudayaannya tidak mampu menyesuaikan diri dengan gerak perubahan. Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan disebut maladjusment. Maladjusment akan menimbulkan disintegrasi. Penerimaan masyarakat terhadap perubahan sosial budaya dapat dilihat dari perilaku masyarakat yang bersangkutan.

Apabila perubahan sosial budaya tersebut tidak berpengaruh pada keberadaan atau pelaksanaan nilai dan norma maka perilaku masyarakat akan positif. Namun, jika perubahan sosial budaya tersebut menyimpang atau berpengaruh pada nilai dan norma maka perilaku masyarakat akan negatif.

(Sumber:http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1992756-dampak-perubahan-sosial budaya/#ixzz28uM0JIln)

Sosial Budaya dan Wawasan Kebangsaan Mari Kita Jadikan Sebagai Kekuatan Nasional




(gambar 1.1)


Kebudayaan merupakan keseluruhan cara hidup masyarakat yang perwujudannya tampak pada tingkah laku para anggotanya. Kebudayaan tercipta oleh banyak faktor organ biologis manusia, lingkungan alam, lingkungan sejarah, dan lingkungan psikologinya. Masyarakat yang berbudaya membentuk pola budaya disekitar satu atau beberapa fokus budaya. Fokus budaya dapat berupa nilai, misalnya: keagamaan, ekonomi, ideologi dan sebagainya.

Oleh karena itu pengertian Sosial Budaya, dapat dirumuskan sebagai kondisi masyarakat (bangsa) yang mempunyai nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang dilandasi dengan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sehingga Ketahanan di bidang Sosial Budaya yang dimaksud adalah menggambarkan kondisi dinamis suatu bangsa (masyarakat) yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan kekuatan Nasional di dalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan baik dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan sosial bangsa dan negara.

Oleh karena itu, dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala daya dan upaya ronrongan, diperlukan Ketahanan Sosial yang meliputi segala bidang ataupun sendi. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketahanan Dibidang Sosial dan Budaya, adalah:

1. Tradisi, dimana Tradisi sosial ini pada dasarnya bersifat dinamis, karena itu nilai-nilai serta kaidah-kaidah yang tidak dapat menjawab tantangan , akan lenyap secara wajar. Sangat diperlukan untuk menghindari yang namanya sikap Tradisionalisme, yaitu sikap atau pandangan yang menuju dan mempertahankan peninggalan masa lalu secara berlebihan atau tidak wajar.

2. Pendidikan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan di bidang sosial budaya. Melalui pendidikan masyarakat akan memperoleh kemampuan untuk menilai tradisi yang masih sesuai atau tidak terhadap perkembangan jaman. Pendidikan dalam arti luas ialah usaha untuk mendewasakan manusia agar dapat mengembangkan potensinya serta berperan serta secara penuh dalam menumbuhkan kehidupan sosial sesuai dengan tuntutan zaman.

3. Kepemimpinan dan Penyelenggaraan Negara

Untuk membina dan membangun masyarakat modern, diperlukan kepemimpinan nasional yang kuat dan berwibawa, dimana untuk mendukung hal tersebut ditentukan oleh banyak faktor, yaitu: Pribadi (moral, akhlak, semangat, dan akuntabilitas) dari pemimpin-pemimpin Bangsa, komitmen yang kuat dari Pemimpin, tujuan Nasional, Nilai-nilai Sosial Budaya, keadaan Sosial (masyarakat), Sistem Politik dan Ilmu Pengetahuan.

4. Tujuan Nasional, yang selalu berintikan Falsafah Negara, merupakan unsur Pengarah, Pemersatu, Pemberi Motivasi dan merupakan salah satu Identitas Nasional.

5. Kepribadian Nasional, merupakan hasil perkembangan Sejarah dan cita-cita bangsa yang dirumuskan sebagai dasar kehidupan bangsa. Kepribadian ini perlu dipupuk, dibina dan dimasyarakatkan pada setiap generasi, karena kepribadian nasional ini merupakan daya tangkal yang sangat strategis untuk menghadapi tantangan dari pengaruh asing, maupun pengaruh dari dalam, seperti Terorisme, dll.


6. TNI, POLRI bersama dengan Rakyat Semesta merupakan salah satu fungsi pemerintahan dalam menegakkan Ketahanan Nasional dengan tujuan mencapai keamanan bangsa dan negara serta keamanan hasil perjuangan. Oleh karena itu sangat banyak faktor yang menentukan berhasilnya Ketahanan Nasional kita dibidang HANKAM. Self Confidence (percaya diri sendiri) adalah sikap bangsa yang Merdeka, benar-benar merdeka, dimana ini menunjukkan bahwa Negara tersebut dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan baik, dan tidak tergantung kepada bantuan luar negeri, apalagi di Intervensi oleh Negara lain, dipengaruhi oleh Negara lain. Andaikan pun diperlukan, maka bantuan dari Luar Negeri itu hanyalah bersifat melengkapi (komplementer).


Tidak bergantung pada pihak lain (Self Relience), itulah motto yang harus dapat dipegang oleh Seluruh Masyarakat Indonesia saat ini. Negara kita masih tergolong negara berkembang. Pada umumnya Negara Berkembang merupakan bekas daerah jajahan dan masih dipengaruhi oleh mental Kolonial, dan masih bergantung kepada bekas penjajahnya. Kita ambil contoh mengenai Undang-Undang kita masih banyak dipengaruhi semasa kita dijajah oleh Kolonial Belanda. Ini merupakan suatu bukti bahwa kita belum dapat melepaskan diri dari pengaruh Penjajahan. DPR kita yang direncanakan harus mampu menyusun RUU (Rancangan Undang-Undang) sebanyak 70 RUU, ternyata baru 5 yang selesai, padahal tenggat waktu yang diberikan telah hampir mendekati. Ini adalah salah satu bukti sederhana betapa buruknya kinerja Pemerintah Kita. Ternyata tidak bisa kita buat Negara kita memiliki kondisi yang dinamis, dimana Kinerja yang buruk selama ini tidak bisa kita benahi dengan baik, sehingga kondisi Negara Kesatuan kita bagaikan bom waktu yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan gejolak. Oleh karena itu marilah kita di hari Ulang Tahun Negara Kita yang ke-65 ini dapat kita instrospeksi diri, dimana mata rantai yang putus dari Faktor-faktor Ketahanan Bangsa diatas yang putus, mari kita benahi, mari kita perbaiki Budaya atau kebiasaan Tradisional kita yang buruk yang tidak dapat meningkatkan kinerja maupun meningkatkan produktivitas kerja kita, seperti:

1. Absen saat bekerja, ini sudah menjadi tradisi bagi anggota DPR, saat Rapat, sangat banyak anggota DPR kita absen, lebih memilih pekerjaan lain. Hal ini terbawa-bawa sejak kecil mungkin, dimana anggota DPR kita banyak yang waktu sekolah Absen, cabut saat sekolah dan banyakan anggota DPR kita memiliki rapor merah sampai sekarang.

2. Korupsi, hal ini adalah penyakit Tradisional yang sepertinya tidak dapat diberantas, makin diberantas, makin subur Korupsi. Hal ini menandakan bahwa kita tidak sadar bahwa Budaya korupsi ini sudah menjadi Akar yang tidak dapat dibasmi, so bagaimana Implementasi dalam memberantas Korupsi ini, intinya, kesadaran sendiri dari warga negara untuk tidak berbuat korupsi, untuk tidak memberi dan menerima uang korupsi.

3. Kurang tegasnya Aparatur Negara untuk menerapkan aturan Perundang-Undangan yang diberlakukan, kurangnya Control, Sosialisasi dan Pengawasan terhadap Masyarakat.


Hmmmm, akhir kata, marilah kita di Hari Ulang Tahun ini dan di Masa Puasa Ini mampu berpikir positif dan berbuat apa yang terbaik untuk Negara ini. Merdeka…!!!

Selasa, 02 Oktober 2012

Perkembangan Sosial Dan Kebudayaan Indonesia



(Gambar 1.1)

Watch This Video !

(Indonesia dan Evolusi Budaya)




Setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.

Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.


MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIA


Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.

Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .

Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.


PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INI


Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.

Penerapan teknologi maju

Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).

Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.

Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)

Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.

Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.

Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak. Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.


PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN


Sejumlah peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual ownership” atas kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental penduduk dengan segala akibatnya.


PENDIDIKAN


Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga ssosial yang terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).

Di samping kreativitas inovatif yang membekali peserta didik, keberhasilan pendidikan menghantar seseorang untuk meniti jenjang kerja membuka peluang bagi mobilitas sosial yang bersangkutan. Pada gilirannya mobilitas sosial untuk mempengaruhi pola-pola interaksi sosial atau struktur sosial yang berlaku. Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia, melainkan juga senioritas pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata hubungan sosial dalam masyarakat.

Dengan demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan dari luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat yang amat potensial. Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya, pendidikan mempunyai fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling pengertian dan penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan sekolah juga dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk dengan multi kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.

Di samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosial-budaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan ketidak pastian dalam prosesnya. Tanpa penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak gejala awalnya dewasa ini. Lebih berbahayalagi kalau gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang mengharamkan segala pembaharuan yang dianggap sebagai “biang” kekacauan.

Betapaun masyarakat harus siap menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan mulai dilaksanakan dengan reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah perbaikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sistem Sosial Budaya Di Era Globalisasi


Bagaimana cara melestarikan sistem sosial budaya Indonesia di era globalisasi?



(Gambar 1.1)

Watch The Video


(culture of Indonesia)





Di era globalisasi seperti sekarang ini, sudut-sudut dunia seakan-akan sangat dekat di kehidupan kita sehari-hari. Informasi dari sudut dunia manapun sangat mudah untuk kita ketahui. Akibatnya tanpa disadari difusi atau persebaran ide-ide, baik berupa sistem sosial ataupun budaya dari luar masuk ataupun masyarakat luar menyebar dan mungkin ikut terinternalisasi dalam kehidupan suatu masyarakat regional tertentu, seperti masyarakat suatu negara. Persebaran ide-ide tersebut, makin intens karena didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan para penyedia informasi yang berlomba-lomba menginovasi diri sebagai penyedia jasa pemberi informasi. Pengaruh yang kompleks tersebut, sudah pasti mempengaruhi kehidupan masyarakat / bangsa suatu negara, tak terkecuali masyarakat dan bangsa Indonesia.

Hampir semua negara atau bangsa yang telah merdeka dan di akui derajat dan keberadaannya (de facto dan de jure ) oleh negara lain memiliki undang-undang atau konstitusi sebagai wadah dari sistem sosial budayanya. Indonesia yang merupakan negara merdeka dan diakui dunia juga memiliki konstitusi yang mengatur sistem sosial budaya Indonesia, tidak hanya itu di Indonesia di kenal adanya empat (4) pilar kebangsaan sebagai pengusung dan wadah sistem sosial budaya Indonesia. Empat pilar yang dimaksud yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

Akhir-akhir ini, sungguh sangat disayangkan sebagaimana yang kita rasakan, baca, dengar, dan lihat, fenomena kebangsaan Indonesia begitu sangat memprihatinkan. Gejala-gejala negatif dan destruktif menjadi gambaran sehari-hari dari fenomena kebangsaan kita sekarang. Fenomena atau gejala destruktif ini seakan-akan “telah membudaya”. Fenomena tersebut hampir (nyaris) melingkupi seluruh tatanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta digawangi oleh hampir (nyaris) seluruh lapisan masyarakat Indonesia, terutama mereka para petinggi yang seharusnya dapat menjadi figur atau contoh teladan bagi masyarakat Indonesia.

Sebenarnya pertanyaan yang perlu kita ajukan yaitu, benarkah globalisasi menggerus sistem sosial budaya Indonesia? Ataukah kita sendiri yang secara sukarela “melepaskan begitu saja” sistem sosial budaya Indonesia? Atau apakah kita sebagai generasi muda Indonesia tidak mampu menginterpretasikan gagasan para pendiri bangsa (empat pilar kebangsaan) Indonesia tersebut dalam era globalisasi? Atau memang generasi sekarang acuh tak acuh sehingga untuk hal kecil saja dalam upaya pelestarian sistem sosial budaya Indonesia harus menunggu dan diarahkan oleh generasi tua “terdahulu? Ataukah ini merupakan fenomena sosial sebagai dampak dari ketidaksuksesan pendidikan dan dampak dari frustrasi ekonomi, sosial dan politik masyarakat Indonesia?

Tentu dalam pemecahan masalah tersebut haruslah kita lihat dari berbagai sudut pandang secara komprehensif. Masalah tersebut mengacu pada karakter bangsa. Pilar-pilar bangsa menjadi fungsi kebudayaan yang mengikat kebangsaan secara keseluruhan. Runtuhnya pilar-pilar disebabkan penetrasi budaya terutama arus globalisasi yang begitu hebat dan lebih pragmatis sehingga bisa menimbulkan konflik.

Sebenarnya pemecahan masalah tersebut tidak hanya berkenaan dengan mempatenkan budaya Indonesia, tetapi haruslah kita cari bagaimana sistem sosial budaya tersebut mampu atau dapat menjadi sesuatu yang sakral sehingga sebagaimana yang dikatakan oleh Emile Durkheim sistem sosial budaya tersebut mampu menimbulkan solidaritas, integrasi dan rasa memiliki terhadap sistem sosial budaya tersebut sehingga dirasakan adanya rasa ketergantungan dan rasa memiliki anggota-anggota dari masyarakat terhadap ke sakralkan tersebut. Ini bergayut pada keharusan kita melaukukan “ritual” dari sistem sosial budaya tersebut sebagai suatu yang sakral, menciptakan ketergantungan dan solidaritas sosial.

Sebenarnya teori tersebut merupakan teori dari Emile Durkheim mengenai keberlanjutan suatu agama. Saya sangat terinspirasi dengan pembelajaran sosiologi agama, termasuk teori-teori para sosiolog dalam sosiologi agama.

Sistem sosial budaya itu dapat diibaratkan suatu agama, jika tidak dilakukan dapat menimbulkan rasa bersalah bagi pemeluknya dan mempengaruhi si pemeluk dalam dinamika sosial kemasyarakatan. Kesakralan dan ritual tersebut baru berarti apabila diakui oleh anggota masyarakat lain, begitu pula sistem sosial budaya Indonesia.

Perlu juga kita sadari dan lakukan, bahwa dalam pelestarian sistem sosial budaya Indonesia itu perlulah dilakukan proses “pilih-pilih-buang”. Dalam artian membuang atau menghapuskan nilai atau norma dalam sistem sosial budaya Indonesia yang menghambat pembangunan, pemberdayaan dan mempengaruhi keterbelakangan mentalitas bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang dilakukan secara berani oleh Bangsa Jepang demi kemajuan bangsa dan negaranya (Silahkan baca buku Koentjaraningrat judulnya “Mentalitas Bangsa Indonesia”). Ini dapat memperkokoh dan memperkuat keyakinan kebangsaan dan bernegara karena secara nyata inilah yang disebut sebagai kesadaran sosial dalam upaya mengukuhkan dan memperkuat eksistensi masyarakat Indonesia. Selain itu, terus menerus untuk melaksanakan tradisi yang mendukung kemajuan bangsa seperti hidup sederhana, hemat, gotong-royong dan tolong menolong dalam kebenaran.

Kita tidak memiliki strategi kebudayaan sehingga permasalahan pokok pun mudah saja mengobati. Ke depannya harus ada strategi kebudayaan. Kita belum mempunyai kebudayaan komprehensif yang mengakibatkan nilai-nilai luhur tidak ada. Maka sangat penting dan sungguh merupakan hal yag urgen (mendesak) untuk menerapkan strategi efektif internalisasi budaya dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Dan akhirnya sikap dan perilaku optimis dan optimisme untuk menjadi lebih baik untuk bangsa dan negara Indonesia dapat menjadi pemacu individu dan kelompok dari keberagaman bangsa Indonesia untuk mewujudkan Bangsa dan Negara Indonesia yang maju, adli dan beradap di hadapan dunia dan terutama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.

Sumber ( http://sosbud.kompasiana.com/2012/06/19/sistem-sosial-budaya-indonesia-di-era-globalisasi/ )

Implementasi Sistem Informasi


IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI


(Gambar 1.1)



1. Definisi Sistem

Terdapat dua kelompok pendekatan didalam mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang menekankan pada komponen atau elemennya. Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedur mendefinisikan sistem sebagai berikut ini : Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.

Pengertian sistem menurut Wikipedia indonesia adalah sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.

Sedang menurut beberapa ahli pengertian sistem adalah sebagai berikut :

  • Menurut LUDWIG VON BARTALANFY => Sistem merupakan seperangkat unsure yang saling terikat dalam suatuantar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.
  • Menurut ANATOL RAPOROT => Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.
  • Menurut L. ACKOF => Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yangterdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya.


Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen:

  • Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia dapat benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus; tergantung kepada sifat sistem tersebut.
  • Atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya.
  • Hubungan internal, di antara objek-objek di dalamnya.
  • Lingkungan, tempat di mana sistem berada


Syarat-syarat sistem :
  1. Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah.
  2. Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan.
  3.  Adanya hubungan diantara elemen sistem.
  4. Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi dan material) lebih penting dari pada elemen sistem.
  5. Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen.


Lebih jauh mengenai pengertian sistem bisa dibaca di file berbentuk pdf yang bisa di didownload secara gratis berikut.

2. Karakteristik Sistem

Karakteristik sistem dapatlah digambarkan sebagai berikut :

Komponen Sistem (Components)

Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, yang artinya saling bekerja sama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem atau elemen-elemen sistem dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian dari sistem. Setiap sistem tidak perduli betapapun kecilnya, selalu mengandung komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Setiap subsistem mempunyai sifat- sifat dari sistem untuk menjalankan suatu fungsi tertentu dan mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan. Jadi, dapat dibayangkan jika dalam suatu sistem ada subsistem yang tidak berjalan/berfungsi sebagaimana mestinya. Tentunya sistem tersebut tidak akan berjalan mulus atau mungkin juga sistem tersebut rusak sehingga dengan sendirinya tujuan sistem tersebut tidak tercapai.

Batas Sistem (Boundary)

Batas sistem (boundary) merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batas sistem ini memungkinkan suatu sistem dipandang sebagai satu kesatuan. Batas suatu sistem menunjukkan ruang lingkup (scope) dari sistem tersebut. Lingkungan Luar Sistem (Environments) Lingkungan luar dari suatu sistem adalah apapun diluar batas dari sistem yang mempengaruhi operasi sistem. Lingkungan luar sistem dapat bersifat menguntungkan dan dapat juga bersifat merugikan sistem tersebut. Lingkungan luar yang menguntungkan merupakan energi dari sistem dan dengan demikian harus tetap dijaga dan dipelihara. Sedang lingkungan luar yang merugikan harus ditahan dan dikendalikan, kalau tidak maka akan menggangu kelangsungan hidup dari sistem.

Penghubung (Interface) Sistem

Penghubung sistem merupakan media penghubung antara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Melalui penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari satu subsistem ke yang lainnya. Keluaran (output) dari satu subsistem akan menjadi masukan (input) untuk subsistem lainnya dengan melalui penghubung. Dengan penghubung satu subsistem dapat berintegrasi dengan subsistem yang
lainnya membentuk satu kesatuan.

Masukan (Input) Sistem

Masukan sistem adalah energi yang dimasukkan ke dalam sistem. Masukan dapat berupa masukan perawatan (maintenance input) dan masukan sinyal (signal input). Maintenance input adalah energi yang dimasukkan supaya sistem tersebut dapat beroperasi. Signal input adalah energi yang diproses untuk didapatkan keluaran. Sebagai contoh didalam sistem komputer, program adalah maintenance input yang digunakan untuk mengoperasikan komputernya dan data adalah signal input untuk diolah menjadi informasi.

Keluaran (Output) Sistem

Keluaran sistem adalah hasil dari energi yang diolah dan diklasifikasikan menjadi keluaran yang berguna dan sisa pembuangan. Keluaran dapat merupakan masukan untuk subsistem yang lain atau kepada supersistem. Misalnya untuk sistem komputer, panas yang dihasilkan adalah keluaran yang tidak berguna dan merupakan
hasil sisa pembuangan, sedang informasi adalah keluaran yang dibutuhkan.

Pengolah (Process) Sistem

Suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan merubah masukan menjadi keluaran. Suatu sistem produksi akan mengolah masukan berupa bahan baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran berupa barang jadi. Sistem akuntansi akan mengolah data-data transaksi menjadi laporan-laporan keuangan dan laporan-laporan lain yang dibutuhkan oleh manajemen.

Sasaran (Objectives) atau Tujuan (Goal)

Suatu sistem pasti mempunyai tujuan atau sasaran. Kalau suatu sistem tidak mempnyai sasaran, maka operasi sistem tidak akan ada gunanya. Sasaran dari sistem sangat menentukan sekali masukan yang dibutuhkan sistem dan keluaran yang akan dihasilkan sistem. Suatu sistem dikatakan berhasil bila mengenai sasaran atau tujuannya. Perbedaan suatu sasaran (objectives) dan suatu tujuan (goal) adalah, goal biasanya dihubungkan dengan ruang lingkup yang lebih luas dan sasaran dalam ruang lingkup yang lebih sempit. Bila merupakan suatu sistem utama, seperti misalnya sistem bisnis perusahaan, maka istilah goal lebih tepat diterapkan. Untuk sistem akuntansi atau sistem-sistem lainnya yang merupakan bagian atau subsistem dari sistem bisnis, maka istilah objectives yang lebih tepat. Jadi tergantung dari ruang lingkup mana memandang sistem tersebut. Seringkali tujuan (goal) dan sasaran (objectives) digunakan bergantian dan tidak dibedakan.

3. Klasifikasi Sistem

A. DETERMINISTIK SISTEM

Sistem dimana operasi-operasi (input/output) yang terjadi didalamnya dapat ditentukan / diketahui dengan pasti.

B. PROBABILISTIK SISTEM.

Sistem yang input dan prosesnya dapat didefinisikan, tetapi output yang dihasilkan tidak dapat ditentukan dengan pasti; (Selalu ada sedikit kesalahan/penyimpangan terhadap ramalan jalannya sistem).

C. OPEN SISTEM.

Sistem yang mengalami pertukaran energi, materi atau informasi dengan lingkungannya. Sistem ini cenderung memiliki sifat adaptasi, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga dapat meneruskan eksistensinya.

D. CLOSED SISTEM.

Sistem fisik di mana proses yang terjadi tidak mengalami pertukaran materi, energi atau informasi dengan lingkungan di luar sistem tersebut.

E. RELATIVELY CLOSED SISTEM.
Sistem yang tertutup tetapi tidak tertutup sama sekali untuk menerima pengaruh-pengaruh lain. Sistem ini dalam operasinya dapat menerima pengaruh dari luar yang sudah didefinisikan dalam batas-batas tertentu .

F. ARTIFICIAL SISTEM.
Sistem yang meniru kejadian dalam alam. Sistem ini dibentuk berdasarkan kejadian di alam di mana manusia tidak mampu melakukannya. Dengan kata lain tiruan yang ada di alam.

G. NATURAL SISTEM.
Sistem yang dibentuk dari kejadian dalam alam.

H. MANNED SISTEM.
Sistem penjelasan tingkah laku yang meliputi keikut sertaan manusia. Sistem ini dapat digambarkan dalam cara-cara sebagai berikut :

H.1. Sistem manusia-manusia.
Sistem yang menitik beratkan hubungan antar manusia.
H.2. Sistem manusia-mesin.
Sistem yang mengikutsertakan mesin untuk suatu tujuan.
H.3. Sistem mesin-mesin.
Sistem yang otomatis di mana manusia mempunyai tugas untuk memulai dan mengakhiri sistem, sementara itu manusia dilibatkan juga untuk memonitor sistem.

Mesin berinteraksi dengan mesin untuk melakukan beberapa aktifitas. Pengotomatisan ini menjadikan bertambah pentingnya konsep organisasi, dimana manusia dibebaskan dari tugas-tugas rutin atau tugas-tugas fisik yang berat. Perancang sistem lebih banyak menggunakan metode ” Relatively Closed dan Deterministik Sistem “, karena sistem ini dalam pengerjaannya lebih mudah meramalkan hasil yang akan diperoleh dan lebih mudah diatur dan diawasi.